Kamis, 26 Agustus 2010

teknik menguasai massa

Merupakan tabiat manusia untuk selalu menjalin hubungan (interaksi) dengan sesamanya, sehingga tak heran jika para pakar sosiologi mendefinisikan manusia dengan Homo Sapient (mahluk sosial). Keinginan untuk hidup bersama, saling membutuhkan satu sama lainnya, menghindar dari ketersendirian merupakan ciri khas dari adanya tabiat manusia itu. Betapapun ada sebagian manusia yang hidupnya lebih cenderung menyendiri, hal ini bukan disebabkan oleh faktor keterciptaan awalnya akan tetapi terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi pola hidup dan prilaku kesehariannya seperti kejiwaan dan lingkungan; atau singkatnya ada faktor internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tadi lebih memilih hidup menjauh dari masyarakat. Namun yang jelas, hampir bisa dipastikan bahwa tabiat atau watak asal manusia itu tidaklah dapat dipisahkan dari ketergantungan antara sesamanya di mana ia hidup dan tinggal.

Lebih-lebih bagi seorang intelektual atau dai yang hidupnya selalu diorientasikan untuk menyampaikan risalah ilmiyah kepada khalayak luas, bergaul atau berinteraksi dengan massa merupakan sebuah keniscayaan. Selain faktor kredibilitas seseorang atas ilmu atau pengalaman yang dimilikinya, kecapakan diri dalam menyampaikan dan mengaktualisasikan pengetahuan-pengetahuannya melalui teknik dan kemasan yang menarik akan lebih memudahkan terakselerasinya pesan-pesan yang disampaikannya tadi. Maka selain materi yang kita miliki, tentu tak kalah pentingnya adalah teknik apa yang kita gunakan dalam menyampaikan materi-materi tersebut.

Berangkat dari sini, pengetahuan tentang teknik kepemimpinan dan komunikasi setidaknya menjadi penting kita miliki. Tulisan ini akan mengajak Anda untuk mengenal secara singkat teknik kepemimpinan dan komunikasi tersebut, sehingga dengan ini, diharapkan ketika Anda tengah berdiri di hadapan massa, mengusai perhatian mereka dan menggugah hati mereka untuk kemudian yakin dengan ucapan Anda bukanlah sebuah kemustahilan.


Kepemimpinan dan Seni Mempengaruhi Massa



Konsep kepemimpinan dalam manajemen modern perkembangannya sangat dipengaruhi oleh budaya Anglo Saxon. Kehadiran “raja” atau “ketua” atau pemimpin lebih merupakan fenomena peran dan pengalaman. Kepemimpinan berarti kontak langsung secara bertatap muka antara pemimpin dan pengikutnya, hal ini merupakan sosial kontrol yang personal sifatnya ( Alford 1924). Para ahli teori (Compliance induction Theorist), cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan secara tidak langsung, dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin. Menurut Bass (1961) usaha individu untuk mengubah tingkah laku orang lain dapat dikatakan kepemimpinan. Bila orang lain benar-benar berubah, maka bentuk perubahan tersebut merupakan kepemimpinan yang berhasil. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kepemimpinan dalam prakteknya akan mempengaruhi tingkah laku kelompok dan aktivitas kelompok.

Adanya pengaruh yang disertakan perubahan atas kelompok tertentu inilah yang merupakan esensi daripada tujuan komunikasi, sebab hakekatnya seorang pemimpin yang sukses ialah yang mampu melakukan komunikasi secara baik. Adapun tujuan komunikasi itu sendiri adalah, yang pertama: mentransformasikan pemikiran sang komunikator, yang kedua: sang komunikan menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator, dan yang ketiga: sang komunikan dengan suka rela menjalankan seruan dan pesan sang komunikator. Jika ketiga hal ini dapat dijalankan dengan cerdas, maka orang tersebut sangat berbakat untuk mempengaruhi massa dalam setiap event-event apa saja.

Berbicara seperti halnya bermain sepak bola atau memainkan musik, semakin sering memainkannya, semakin mahir kita memainkannya, dan semakin senang kita melakukannya. Tetapi kita harus tau dasar-dasarnya terlebih dahulu. Memang benar, bakat bicara merupakan bakat alami bagi seseorang, tapi bukankah mereka yang mempunyai kemampuan alami untuk suatu hal pun harus berusaha mengembangkannya? Yaitu mengubah bakat menjadi keahlian. Ted Williams, pemukul bisbol terbesar US yang dukaruniai bakat alami lebih daripada siapapun, mati-matian berlatih seperti orang lain. Lusiano Pavarotti dilahirkan dengan suara indah, tetapi ia tetap belajar menyanyi. Jadi intinya, kehlian dan bakat dapat diciptakan dengan melakukan latihan dan pengembangan-pengembangan diri secara disiplin.


Kiat Berbicara Sukses



Selain yang disebutkan di atas, tentunya untuk dapat mencapai ketiga tujuan tadi, kita harus menggunakan teknik berbicara, diantaranya:


Teknik Persuasi Khalayak



Memberikan ilustrasi menarik merupakan bumbu yang diperlukan dalam retorika. Menarik perhatian pendengar harus disesuaikan dengan tingkat budaya, kecerdasan dan kebiasaan pendengar. Pembicara harus mampu mengajak khalayaknya untuk berlalang buana dengan contoh-contoh yang memikat dan relevan.

Dalam istilah retorika pidato imajinatif disebut dengan “figure of speech”, yaitu dalam penggambaran suasana menggunakan sesuatu yang tidak absolut. Kalimat imajiner dipergunakan untuk menggugah pendengar mengikuti alur pikir pembicara dengan mengetengahkan; perbandingan, perbedaan, mendramatisasi persoalan, dan lain sebagainya. Tujuan formulasi imajiner, untuk memperjelas masalah yang diketengahkan. Adapun bentuk figure of speech antara lain berupa:

a. Kiasan



Penggunaan kata seperti/sebagai, yang pada hakikatnya berbeda secara sifat dan fisik. Contoh: ia seperti cacing kepanasan; ia sebagai pungguk merindukan bulan; ia seperti kura-kura dalam perahu.

Pembicara lihai akan sering menggunakan kiasan untuk melontarkan kritik atau melakkan pembelaan diri. Contoh terakhir misalnya merupakan kiat kalau pembicara diserang oleh seorang penanya yang hendak menjatuhkannya. Ia dapat menampik balik dengan gaya demokrat mengangkat lawan bicarannya tetapi sekaligus ia mengelak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.



b. Hiperbola



Memberikan tekanan arti dengan cara membesar-besarkan sesuatu. Contoh: Suaranya menggelegar, rumahnya seperti istana, giginya seperti gigi raksasa. Penggunaan hiperbola biasanya untuk memberikan kesan profokasi yaitu mempergunakan perbandingan yang tidak seimbang. Sering sekali dalam retorika diperlukan kemampuan untuk mengangkut masalahnya tanpa melakukan manipulasi.



c. Understatement



Sebagai kebalikan dari hiperbola, adalah kiat membuat sesuatu yang penting menjadi tidak penting, yang besar menjadi kecil, yang kaya menjadi miskin. Contoh: mampirlah ke pondok kami; silakan makan ala kadarnya, padahal, si empunya rumah bukan sekedar memiliki pondok sederhana dalam artian yang sebenarnya, tetapi ia mempunyai kediaman mewah yang mahal harganya. Begitu juga sapaan untuk mengajak santap bersama ternyata hidangan yang disajikan sangat mewah. Seolah-olah understatement merendah-rendahkan diri untuk dilambungkan ke atas.



d. Ironi



Makna yang hendak diungkapkan sering sekali berbeda dengan makna yang sebenarnya. Pembicara kritis suka menggunakan bentuk satiris yaitu mengkritik dengan menyindir, contoh: apakah artinya punya teman orang kaya kalau awak hidup merana. Sindiran cepat memperoleh respons pada masyarakat tertutup yang sering getir dalam hidupnya. Orang yang merasa intelek lebih mudah dikritik dengan cara sindiran daripada cara kasar/vulgar.

Teknik Penguasaan Massa



Inti dari pidato atau presentasi adalah kemampuan untuk memindahkan apa yang difikirkan dan dirasakan oleh seorang orator/komunikator kepada audiens/massa dengan berbagai cara. Khalayak dalam menerima suatu gagasan tidak pernah boleh terkesan dipaksakan, digurui, diindoktrinasi. Mereka hendaknya menerima isi pesan atau messages yang disampaikan secara sukarela, memahami dan akhirnya mengikuti dengan dukungan dan tindakan nyata.

Nah, sekarang bagaimana kiat atau cara untuk menggiring khalayak supaya ikut atau sepaham dengan komunikator/orator. Demikian ini berbagai cara/metode yang sering dipakai dalam meyakinkan/menguasai massa:



1. Asosiasi



Upaya penggambaran situasi dengan menggunakan bahasa perbandingan. Asosiasi ini berkaitan dengan citra dan keadaan yang telah dikenal. Gaya bahasa yang suka memakai kata semisal, seperti, bagaimana, berupa dan lain sebagainya disebut gaya bahasa figuratif. Contohnya: “…kalau saya bicara soal ini, maka saya teringat sesuatu hal, yaitu…”.



2. Analogi



Membandingkan antara dua hal atau lebih yang bertujuan untuk memperlihatkan persamaan atau perbedaannya. Terdapat beberapa persamaan terhadap sesuatu obyek memungkinkan terbentuknya suatu analogi. Seperti juga adanya beberapa perbedaan yang sama menjadikan suatu analogi. Contoh:”…prinsip-prinsip hak asasi manusia bukan saja ada dalam konstitusi kita tetapi terdapat pula dalam piagam PBB…”.



3. Emosi



Setiap manusia memiliki perasaan, nurani yang karena suatu dorongan motivasi dapat menjelma menjadi emosi. Kiat untuk menggugah massa adalah dengan menyentuh emosinya seperti pembicara menyampaikan pidatonya dengan penuh semangat. Dalam suatu pidato pelepasan seorang sahabat kita sering mendengar pernyataan:”…kepergian sahabat kita ini bukan saja merupakan kehilangan bagi anak saudaranya, tetapi secara emosional saya sangat terpukul serta terharu karena…”.



4. Humor



Seorang pembicara yang cerdik sangat suka menyelipkan humor dalam pidatonya. Humor ibarat makanan lezat tetapi akan semakin tambah nikmat kalau disertai aroma yang mengundang rasa untuk mencicipinya. Suatu presentasi harus dijaga agar massa jangan terasa letih dan bosan. Humor dapat menyegarkan suasana tetapi ia tidak boleh mengalami over dosis karena akan menjadi forum dagelan, sehingga massa menjadi tidak serius. Hindarkan humor yang bersifat sara, menghina, dan memojokan seseorang. Apalagi terlalu porno dan vulgar akan menyinggung perasaan orang.



5. Identifikasi



Seorang pembicara yang arif, berusaha untuk merangkul massa dengan cara menciptakan rasa solidaritas atau kebersamaan. Untuk tercapainya tujuan dimaksud ia perlu mengetahui tentang seluk-beluk mereka, siapa sesungguhnya publik itu, apa impiannya, begaimana kebiasaannya, harapan apa saja yang ditumpukan pada pembicara dan sebagainya. Kemampuan mengenal massa dan kemudian bersatu dengan mereka, merupakan kegiatan identifikasi. Identifikasi seorang pemimpin ABRI dicontohkan sebagai berikut:”…tidak bisa lain ABRI dilahirkan oleh rakyat untuk rakyat dan selamanya bagi kepentingan rakyat seperti juga kami pemimpin ABRI mengabdi kepada rakyat…”.



6. Kapstok



Sebagai upaya untuk meyakinkan massa diperlukan rujukan yang mampu memperkuat argumentasi pembicara. Cara yang praktis adalah mengutip pendapat pakar, mensitir pernyataan para ahli, mengolah data resmi, meminjam kalimat sakral dalam kitab suci, dll. Contoh: …sungguh memprihatinkan korupsi sudah menjadi budaya seperti kata Bung Hatta dan sungguh menyedihkan bahwa kebocoran negara sudah mencapai tiga puluh persen menurut Prof. Sumitro…”.



7. Kasualitas



Dalam retorika cara membandingkan sesuatu karena sebab akibat disebut dengan teknik kasualitas. Sesuatu itu terjadi pasti ada sebab dan akibatnya, akibat ditimbulkan oleh sesuatu karena sebab yang direncanakan atau yang tidak dapat diperhitungkan. Dalam menguraikan tentang suatu peristiwa dipergunakan cara kausalitas supaya lebih memudahkan massa untuk mengerti. Ada yang bersifat kepercayaan agama yang sudah diyakini sehingga mudah bagi pembicara untuk menggambarkannya. Seorang petugas yang disiplin akan sangat sadar akibat suatu pelanggaran. Contoh: “…kalau umat tidak bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa maka tunggulah neraka tempatnya…”.



8. Konfirmasi



Sebagai ikhtiar untuk menarik simpatik massa dipergunakan pula teknik konfirmasi. Suatu kesiapan mental untuk menyesuaikan diri menurut keinginan dan kesadaranya sendiri. Pembicara cerdik mencoba mengalah atau menurut kehendak massanya tanpa mengundang percekcokan. Bahkan ia mampu melakukan perbuatan yang diinginkan oleh massanya. Di sinilah konformitas lebih maju selangkah dengan identifikasi. Contoh: “…kalau para hadirin mensinyalir ada pelaku tindak kejahatan di bank kami, maka sayalah orang pertama yang menuntutnya ke pengadilan…”.



9. Mendramatisasi



Teknik ini sering dipakai oleh para orator . Hal ini disebabkan oleh para massa memiliki emosi yang mudah dibakar, apalagi sudah ada bibit-bibit sentimen sebelumnya. Membesar-besarkan suatu persoalan, mendengung-dengungkan sesuatu yang sepele menjadi penting, mengkaitkan sebuah soal sehingga menjadi rumit. Dalam retorika mendramatisasikan boleh selama massa dapat dikendalikan dan diajak kembali kepada persoalan semula. Banyak orang yang terpengaruh dengan teknik mendramatisasikan, tapi harus diingat selalu jangan terjebak pada manipulasi/penyelewengan ide dasar. Contoh:”…dari pada kita harus dimarahi oleh bos lebih baik kita pergi untuk selamanya…”.



10. Shock Therapy



Dalam mengupas berbagai soal sering pembicara untuk meyakinkan massanya menggunakan cara gertakan, anacaman atau peringatan. Teknik ini bersifat kejutan yang tidak diduga sebelumya oleh massa. Dalam suatu pemilihan seorang pemimpin karena yakin akan popularitasnya, mengancam akan mundur kalau pengikutnya tidak mematuhi kehendaknya. Kejutan dengan menggertak ini menyadarkan sang pengikut untuk turut menyetujui permintaan pemimpin.

Teknik ini dipakai jika pemimpin merasa di atas angin. Contoh:”…kalau saudara-saudara keberatan dengan pendapat saya, izinkanlah saya untuk mengundurkan diri, silakan saudara-saudara memilih orang lain…”.


Pentutup



Demikian pengantar singkat tentang teknik menguasai massa, tentu teknik yang barusan ditulis tidak memuat seluruh metode yang jumlahnya cukup banyak. Paling tidak dengan sepuluh poin ini diharapkan dapat menjadi petunjuk ketika Anda tengah berceramah di hadapan khalayak/audiens. Sebab selain apa yang ingin Anda sampaikan diserap oleh pendengar, kemudian mereka melaksanakan ajakan pembicaraan Anda, yang terpenting sebelum itu adalah bagaimana Anda dapat memukau pendengar untuk kemudian dapat mengundang Anda kembali menjadi pembicara di masa-masa berikutnya. Akhirnya selamat mencoba dan sukses :J





Kairo, 28 Maret 2005

Tidak ada komentar: